Rabu, 11 Februari 2009

Teruntuk sahabat. . .




Masih ingatkah saat pagi itu, ketika laut meneriakkan salam pada kita? Saat itu, matahari juga ikut tertawa mengiringi tawa empat puluh empat hati yang saling berjanji. Yang aku ingat tentang keinginan kita. . .untuk tetap satu. Meski empat puluh empat tubuh yang berbeda, dan dari empat puluh empat hati yang tentung berbeda, tapi kita semua yakin bahwa disini. . .hanya ada sebuah kata, satu. . .
Dimanapun kita berada, akan selalu kita bawa, bahkan sampai bel pulang sekolah mengantar kita ke rumah. Senyum, kesedihan yang kita titipkan pada senja, dan senja sampaikan pada malam, dan malam kembalikan pada embun yang mengantarkan kita kembali disini.
Rabu senja, dikala langit menangis, di koridor itu menanti hujan bersama, berlari, dan. . . taukah saat itu, dunia iri pada kita. Pada senyum kita. Pada senyummu. . .
Seandainya senja itu tak pernah usai, mungkin senyum ini takkan terhenti. Terhenti sejenak dan mengalirkan darah tak berwarna yang membasahi pipi.
Teman, kau mengajarkan banyak hal pada kami, tentang senyum, keceriaan, kebersamaan, dan kau pula yang meyakinkan kami untuk terus berdiri, melanjutkan yang tersisa. Melanjutkan perjuangan kita, melanjutkan janji kita.
Dan pagi ini, saat mentari masih melukis sisa hujan kemarin sore, bayangan langkahmu masih berlari disini. Berlari. . . mengejar semua mimpi bersama kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar